Kamis, 04 Juni 2015

Sejarah Pendidikan Islam (Profil Ali bin Abi Thalib sebagai Tokoh Pendidikan Islam)

“Profil Ali bin Abi Thalib sebagai Tokoh Pendidikan Islam”
Oleh : 
Siti Nur Fadhilah (111-13-158)

I.Pendahuluan
            Ali bin Abi Thalib adalah orang yang paling awal memeluk Islam (assabiqunal-awwalun) dan menjadi khalifah terakhir dalam Khulafaurrasyidin yang mempunyai pandangan Islam Sunni dan beliau menjadi orang Islam yang masuk pertama (assabiqunal-awwalun) dari golongan anak-anak. Masa remajanya banyak waktu yang beliau habiskan untuk belajar bersama Rosulullah SAW, sehingga Ali r.a tumbuh menjadi seorang pemuda yang cerdas, berakhlak mulia, berani, dan bijak. Seperti dalam pepatah, jika Rosulullah SAW adalah gudang ilmu, maka Ali r.a bagaikan kunci untuk membuka gudangnya.
            Kecerdasan berfikir Ali r.a sukar dicari bandingannya. Maka dengan kecerdasannya itulah Ali mencapai puncak martabat sebagai cendekiawan Islam yang menguasai secara luas berbagai pengetahuan yang ada pada bangsa Arab dimasa itu, sehingga tidak ada cabang ilmu pengetahuan yang ia tidak turut menyumbang atau turut meletakkan kaidah-kaidahnya.
            Ali r.a bukanlah orang yang memandang persoalan hanya dari segi kulitnya saja, melainkan memandangnya sedemikian dalam dan mengkaji serta menggali ajaran-ajaran agama Islam didalam Al-Qur’an secara sistematik sebagaimana yang biasa dilaksanakan oleh para ahli fikir. Banyak ilmu yang beliau rintis termasuk ilmu fiqh, ilmu kalam, ilmu nahwu, ilmu bahasa Arab, dan lain-lain.
II.Biografi Ali bin Abi Thalib
            Ali bin Abi Thalib lahir pada Jum’at malam tanggal 13 Rajab (30 tahun setelah tahun Gajah/600 M) yaitu 10 tahun setelah dimulainya kenabian Nabi Muhammad SAW (599 M) di Mekkah daerah Hijaz, Jazirah Arab oleh ibundanya yang bernama Fatimah binti Asad bin Hasyim yang merupakan isteri Abu Thalib. Dalam kitab “Fushulul-Muhimmah” karangan As-Sabbagh Al-Maliki, mengatakan bahwa Ali r.a dilahirkan didalam Ka’bah. Berkenaan dengan kelahiran Ali, terdapat sebuah syair Arab yang komposisi bait-baitnya yaitu :
“Ali adalah seseorang yang telah menjadikan Rumah Allah sebagai rumah persalinan, dan ia adalah orang yang mencampakkan berhala-berhala keluar dari Ka’bah, Ali adalah bayi pertama sekaligus terakhir yang dilahirkan didalam Ka’bah”
Ketika Ali dilahirkan, hanya Rosulullah SAW yang memasuki Ka’bah untuk mengucapkan selamat dan menyambut kelahirannya dengan memeluknya sebagai hamba Allah. Nabi tentu mengetahui bahwa bayi itu suatu hari kelak akan menjadi penumpas seluruh penyembah berhala dan kaum musyrik, termasuk tuhan-tuhan dan kepercayaan mereka.
Ali mempunyai nama kecil yang diberikan ibunya, yaitu “Haydar” yang berarti “Singa”,  hingga setelah dewasa mempunyai beberapa nama panggilan. Beliau juga dipanggil dengan “Abul-Hasan” dan “Abul-Husain” yang masing-masing diambil dari nama dua puteranya yaitu Hasan dan Husein. Ali r.a juga mempunyai nama panggilan yang diberikan oleh Rosulullah SAW, yaitu “Abu Turab”. Ali merasa bangga mendapatkan nama panggilan dari Rosulullah SAW, tetapi orang-orang Bani Umayyah menganggap nama tersebut sebagai celaan dan ejekan.
            Ali bin Abi Thalib sejak kecil dibesarkan dalam asuhan Rosulullah SAW hingga diangkat menjadi Nabi dan Rosul. Hal ini dimaksudkan untuk membalas jasa  kepada Abu Thalib yang telah mengasuhnya sejak kecil hingga dewasa. Ali r.a adalah orang pertama yang beriman kepada Allah dan Rosul-Nya (Muhammad SAW)  yang diangkat sebagai Nabi dan Rosul pada hari Senin, dan keesokan harinya Ali r.a memeluk Islam (usia 10 tahun).
Ali r.a selalu menyertai Rosulullah SAW dan membelanya selama 23 tahun yaitu sejak bi’tsah hingga Nabi SAW wafat di Madinah. Banyak beban dan derita yang dialami Ali r.a, namun beliau tetap sabar dan tabah dalam berjuang dan mendampingi Rosulullah SAW.
Hingga pada suatu saat, Rosulullah mengawinkannya dengan putrinya yang bernama Fatimah Az-Zahra binti Muhammad SAW dengan memiliki empat putera-puteri yaitu :
1.      Al-Hasan RA
2.      Al-Husein RA
3.      Zainab Al-Kubra RA
4.      Zainab As-Shughra RA (Ummu Kaltsum)
Setelah meninggalnya isteri pertama, maka ia melanjutkan menikah dengan beberapa isteri-isteri dengan berturut-turut.
            Rasulullah SAW memberikan didikan langsung kepada Ali r.a dengan semua ilmu Islam, baik aspek zahir (syari’ah) dan batin (tasawuf) untuk menggembleng Ali r.a menjadi seseorang yang cerdas, berani, dan bijaksana serta fasih dalam berbicara. Ali r.a telah meriwayatkan banyak hadis Rosulullah SAW.
Ali r.a mempunyai akhlak yang sangat mulia, beliau terkenal dengan keagungan takwanya kepada Allah SWT dan karena ketakwaan tersebut menjadi pendorong utama bagi perilakunya terhadap diri sendiri, kaum kerabatnya, dan terhadap semua orang. Beliau juga menghormati kedudukan orang lain, rendah hati, adil, zuhud, tidak pernah takabbur dan sombong, dan akhlak yang paling utama adalah kesahajaan (kesederhanaan). Hingga Rosulullah SAW pun mengatakan kepada Ali r.a : ”Engkau mengungguli orang lain dalam tujuh perkara. Tak ada seorang Quraisy pun yang dapat menyangkalnya. Yaitu :
1.      Engkau adalah orang pertama yang beriman kepada Allah
2.      Engkau orang yang terdekat dengan janji Allah
3.      Engkau orang yang termampu menegakkan perintah Allah
4.      Engkau orang yang paling adil mengatur pembagian (ghanimah)
5.      Engkau orang yang paling adil terhadap rakyat
6.      Engkau paling banyak mengetahui semua persoalan
7.      Engkau orang yang paling tinggi nilai kebaikan sifatnya disisi Allah.
III.Kepemimpinan Ali bin Abi Thalib
            Setelah Khalifah Utsman r.a gugur, di kota Madinah tidak mempunyai khalifah selama lima hari, karena pada saat itu Ali r.a belum bersedia untuk menerima bai’at akan tetapi banyak orang yang memandang Ali r.a lah satu-satunya sahabat yang berhak dibai’at. Ali r.a khawatir jika musuh-musuh Islam akan melancarkan serangan dan menduduki daerah-daerah sekitar garis pertahanan pasukan muslim. Karena kekhawatirannya dan beliau tidak ingin itu terjadi, maka atas dorongan orang banyak, Ali r.a  akhirnya bersedia untuk dibai’at sebagai khalifah (amirul mu’minin) dimana Ali r.a berpendapat bahwa umat Islam harus dipimpin oleh imam yang adil, menjamin perlindungan bagi setiap orang, menegakkan hukum Allah, mendistribusikan kekayaan negara dengan adil, mempertimbangkan sesuatu berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah serta menegakkan kewibawaan dan keadilan hukum. Ali r.a menjadi khalifah ke-empat dalam Khulafaurrasyidin selama 5 tahun antara 656-661 M setelah wafatnya Usman. Pada masa kekhalifahan Ali r.a, beliau mendapat berbagai tantangan dari pihak pendukung Usman, terutama Mu’awiyah, Gubernur Damaskus, dari golongan Thalhah dan Zubeir di Mekkah dan Kaum Khawarij. Akan tetapi Ali r.a tetap melaksanakan berbagai kebijakan yang dapat mendorong peningkatan kesejahteraan umat.
Dalam memimpin umat, Ali r.a mengambil beberapa langkah yang akan beliau tempuh. Langkah pertama yang diambil Ali r.a setelah dibai’at, beliau memerintahkan orang-orang Badui dan rombongannya yang melibatkan diri dalam pemberontakan supaya pulang ke daerah masing-masing. Beberapa hari kemudian kota Madinah terlepas dari kekuasaan kaum pemberontak. Beberapa hari setelah Ali r.a terbai’at, Ali r.a mengucapkan khutbah didepan jama’ah, yaitu : Allah telah menurunkan Kitab-Nya (Al-Qur’an) sebagai petunjuk yang didalamnya terdapat penjelasan mengenai baik dan buruk, maka kerjakanlah amal baik dan tinggalkanlah amal buruk, karena itulah yang akan mengantarkan kalian menuju surga.
Langkah kedua adalah memerintahkan diadakannya penyelidikan untuk diketahui siapa sebenarnya diantara kaum pemberontak yang secara langsung membunuh khalifah Utsman. Langkah yang ketiga adalah memberhentikan semua penguasa daerah yang berlaku dzalim dan curang, menyita kekayaan yang telah mereka timbun dari hasil penyalahgunaan kekuasaan dan menjadikannya sebagai Baitul-Mal.
Ali r.a terbai’at sebagai khalifah dan amirul mukminin didalam Masjid Nabawi yang dihadiri oleh ahlusyyura dan ahlu-badri. Pembai’atan sah dipandang dari sudut hukum tradisi yang berlaku pada umat Islam pada masa itu. Namun pada saat itu juga Bani Umayyah menyusun kekuatan untuk melancarkan pemberontakan terhadap Ali r.a. Diantara mereka terdapat seorang Nu’man bin Basyir, dialah yang menyerahkan baju Khalifah Utsman yang berlumuran darah yang didalamnya terdapat potongan jari Na’ilah (isteri Khalifah Utsman) yang putus ketika ia menangkis pedang yang diayunkan oleh seorang pemberontak yang membunuh suaminya. Kemudian Ali r.a mengambil langkah untuk menemui Nai’lah untuk mengajukan pertanyaan, dimana ketika peristiwa itu terdapat Muhammad bin Abu Bakar yang masuk beserta orang-orang dari daerah lain. Akan tetapi dari semua keterangan yang diberikan Na’ilah dan Muhammad bin Abu Bakar, bahwa ia tidak ikut membunuh Khalifah Utsman, dengan begitu Ali r.a kehilangan jejak siapa sebenarnya yang membunuh Khalifah Utsman.
Pada masa kekhalifahan Ali r.a, banyak terjadi pemberontakan dan perang saudara yang menyebabkan adanya kemunduran dalam Islam dan menyebabkan keluarnya pendukung Ali r.a dan meninggalnya pengikut Ali r.a. Kekuatan Mu’awiyah semakin meningkat lain halnya dengan Khalifah Ali r.a, semakin menurun dan akhirnya Ali r.a  menyetujui untuk melakukan perdamaian dengan Mu’awiyah yang akhirnya menimbulkan kemarahan Kaum Khawarij sehingga menguatkan keinginan untuk menghukum orang-orang yang tidak disenangi dengan membunuh Ali. Ali meninggal pada tanggal 21 Ramadhan 40 H/661 M.
Akhirnya kekuasaan Khulafaurrasyidin berakhir digantikan dengan kekuasaan Bani Umayyah.
IV.Ali bin Abi Thalib Sebagai Tokoh Pendidikan Islam
            Sejak kecil, Ali r.a hidup dibawah naungan Rosulullah SAW yang selalu mengajarkan ilmunya kepada Ali r.a, bahkan akhlak Rosulullah SAW diwarisi olehnya dan cara memandang kehidupan manusia. Ali r.a mempelajari semua segi dan cabang ilmu agama Islam, termasuk beliau menekuni mempelajari Al-Qur’an dengan baik. Beliau menguasai dengan baik dan tepat semua nash Al-Qur’an dan menggali serta menghayati inti-sari maknanya. Ali r.a juga menguasai hadis-hadis Nabi yang beliau dengar sendiri dari Nabi SAW dan meriwayatkannya. Sampai Ali r.a pernah meriwayatkan hadis yang terdapat dalam kitab“Syarah Riadhus Sholihin”.
Ali r.a juga menguasai Fiqh Islam dengan baik dengan tepat mengamalkannya. Pada masa hidupnya orang tidak menemukan adanya ulama lain yang melebihi Ali r.a dalam hal penguasaan Fiqh Islam dan dalam menetapkan fatwa. Hingga Ali r.a dipercaya untuk memutuskan hukum dan memecahkan masalah hukum yang rumit bedasarkan Al-Qur’an dan Hadis. Ali r.a tidak pernah mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan. Fatwa-fatwa dan keputusan-keputusan hukum yang diambil Ali r.a meliputi dua hal, yaitu nasehat dan hukum.  Keluasan pengetahuan Ali r.a tidak hanya terbatas pada nash-nash yang berkaitan dengan hukum Fiqh saja, tetapi juga menguasai ilmu hitung lebih dari penguasaan orang lain pada zamannya. Ali r.a bukanlah orang yang memandang persoalan hanya dari luarnya saja, tapi mengkaji serta menggali secara mendalam termasuk dalam mengkaji ajaran-ajaran Islam dalam Al-Qur’an sebagai objek pemikiran dan perenungan serta diamalkan penuh keyakinan. Dari situlah muncul Ilmu Kalam atau sebagai Filsafat Agama Islam yang datang dari pokok-pokok pemikiran Ali r.a mengenai pemahaman Al-Qur’an yang oleh para ulama ahli Ilmu Kalam masa dahulu dijadikan dasar analisa dan pembahasan. Ilmu Kalam merupakan induk dari ilmu-ilmu agama Islam, karena ilmu tersebut menyangkut masalah ke-Tuhan-an yang sasarannya adalah Dzat Yang Maha Agung. Kaum Mu’tazilah yang juga dikenal dengan sebutan Ahlu Tauhid Wal ‘Adl, para ahli ilmu Kalam, dan para ahli fikir lainnya, sumber pengetahuannya masing-masing adalah dari pemikiran Ali r.a melalui tokoh utama kaum Mu’tazilah yang bernama Washil bin ‘Atha’ yang dasar-dasar ilmunya berasal dari Ali r.a.  Ketika itu juga muncul Ilmu Tasawuf Islam yang digali dari contoh-contoh kehidupan Ali dan ucapannya yang tercantum dalam kitab ”Najhul-Balaghah”. Kitab Khutbah Nahjil Balaghah merupakan kitab yang diciptakan oleh Ali r.a dan beliau juga sebagai pengajar ilmu Fashalah serta melahirkan ilmu Balaghah. Kitab Nahjil Balaghah berisi kalimat yang kata-katanya bermutu dan tidak ada orang lain yang dapat menyamai atau melebihi Ali r.a selain Rosulullah SAW. Salah satu contoh kata-katanya adalah “Tiap wadah bila diisi menyempit kecuali wadah imu, ia bahkan makin bertambah luas”. Ali r.a juga sangat hebat dalam berpidato.
Tampaknya telah menjadi kehendak Allah, bahwa Ali r.a harus menjadi perintis Ilmu Bahasa Arab. Pada masa hidupnya tidak ada seorangpun yang setaraf dengan Ali r.a dalam hal penguasaan ilmu bahasa Arab karena ia sejak kecil terbiasa mendengarkan dan menggunakan cara Rosulullah SAW berbicara sehari-hari, ditambah dengan pengalamannya mengenai ilmu Al-Qur’an, sehingga Ali r.a dapat meletakkan kaidah-kaidah pokok ilmu tata bahasa Arab atas dasar dalil-dalil kebahasaan. Sejarah mencatat Ali r.a adalah orang pertama yang meletakkan dasar-dasar Ilmu Nahwu. Ali r.a membagi jenis-jenis kata-kata dalam tiga kategori secara sistematik, yaitu kata benda (isim), kata kerja (fi’il), dan kata penghubung (harf). Ali r.a juga membagi kata benda ke dalam dua sifat yaitu, ma’rifah (kata benda yang jelas maksudnya dalam hubungan kalimat) dan nakiroh (kata benda yang belum jelas maksudnya dalam hubungan kalimat). Demikian juga berkaitan dengan jenis-jenis i’rab seperti rofa’, nasob, jar, dan jazm.
Ali r.a tidak hanya dikenal sebagai Bapak bahasa Arab, beliau juga cakap dalam berkhutbah. Dalam hal pengunaan bahasa pun beliau dikenal sebagai seorang ahli terkemuka. Keunggulannya dalam kecakapan bahasa dan bersastra membuat orang menarik kesimpulan bahwa nilai perkataan Ali r.a berada dibawah firman Allah dan tutur-kat Rosulullah SAW. Sehingga tidak sedikit orang yang datang kepadanya untuk menimba ilmu berkhutbah dan ilmu menulis.
Ali r.a terkenal sebagai orang yang cerdas dan cepat berfikir, dan mempunyai daya ingat yang kuat, sehingga mudah untuk mengahafal. Kata-kata mutiara yang berisi hikmah mendalam dan berbagai perumpaan, pepatah dan peribahasa yang sangat bagus. Dalam menghitung  dan teka-teki beliau sangat cepat memberikan jawaban pada waktu itu tanpa berfikir.
Selain perintis ilmu tata bahasa Arab, Ali r.a terkenal juga sebagai sumber ilmu Fiqh. Ilmu Fiqh adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan lima prinsip hukum pokok, yaitu : wajib, sunnah, haram, makruh, dan mubah. Fakta mengungkapkan bahwa 4 orang Imam Fiqh atau tokoh dalam mazhab Fiqh seluruh dunia Islam, ilmu pengetahuan Islamnya masing-masing berasal dari Ali r.a, dan tidak diragukan lagi bahwa ilmu Fiqh yang ada di kaum Syi’ah pasti juga berasal dari Ali r.a. Penguasaan, penafsiran dan penerapan hukum Islam oleh Ali r.a dilakukan secara tepat dan diakui kebenarannya oleh Rosulullah SAW dengan diangkatnya Ali r.a sebagai qadhi di Yaman. Sementara kalangan yang memandang hukum Fiqh sebagai dogma mencela kaidah hukum  qiyas yang sering diterapkan oleh Ali berdasarkan ijtihad. Mereka mengatakan, penerapan hukum syari’at yang berdasarkan qiyas atau ijtihad dapat mengakibatkan fatwa yang berlainan. Padahal Allah berfirman dalam QS.Al-An’am : 38 dan QS.An-Nahl : 89,
“Tiada sesuatu apapun yang Kami alpakan didalam Al-Qur’an”(QS.Al-An’am : 38)
“Dan Al-Qur’an Kami turunkan kepadamu (hai Muhammad) sebagai penjelasan mengenai segala sesuatu”(QS.An-Nahl :89)
Ali r.a banyak menggunakan  qiyas sebagai kaidah ijtihad, akan tetapi hal itu sama sekali tidak berlawanan dengan ketetapan hukum syari’at selama tetap didalam lingkaran makna yang dikehendaki Kitabullah dan Sunnah Rasulullah SAW. Pendapat yang mempersalahkan jalan ijtihad dan qiyas sama artinya dengan menutup pintu perkembangan ilmu dan tidak ada hujjah untuk membenarkan pendapat.    
Dalam sejarah, Ali r.a tercatat sebagai pemikir mengenai hak-hak asasi manusia yang menyumbangkan pemikiran-pemikirannya mengenai ilmu sosial yang banyak kaitannya dengan perkembangan masayarakat Islam pada zamannya. Selaku amirul mu’minin, Ali r.a berupaya sekeras-kerasnya untuk menegakkan keadilan sosial dengan segala sarana yang dimilikinya, baik yang berupa pemikiran maupun perangkat pemerintahan dan kebijaksanaan politik yang dijalankannya.
            Ali r.a juga merupakan tokoh puncak dari ilmu Tarikat dari kalangan para ali Tarikat, karena ilmu Tarikat, Hakikat, dan Tasawuf bersumber pada pemikiran Ali r.a. Sebagai putera asuhan sejak berusia 6 tahun, Ali r.a selalu berada didekat Rosulullah SAW dan tidak pernah pisah. Sedangkan Rosul sendiri pada saat menerima Ali r.a dalam tanggung jawabnya tengah mengalami satu proses yang luar biasa, dari segi kemanusiaannya terutama kerohaniannya beliau sedang diproses oleh Allah SWT untuk diangkat menjadi Nabi dan Rosul. Pada saat itulah Nabi SAW melakukan tafakkur, perenungan dan dialog dalam fikiran Islam.
V.Penutup
   1.Kesimpulan
            Nama lengkapnya Ali bin Abi Thalib. Beliau lahir pada tanggal 13 Rajab di  Mekkah daerah Hijaz, Arab Saudi oleh ibunya yang bernama Fatimah binti Asad (isteri Abu Thalib).
 Sejak kecil Ali r.a dalam asuhan Rosulullah SAW, dengan dibimbing segala macam ilmu sehingga Ali r.a mempunyai kecerdasan yang luar biasa. Ali r.a sebagai assabiqunal-awwalun dari golongan anak-anak. Ali r.a menjadi Khalifah ke-empat dalam Khulafaurrasyidin pada 656-661 M.
Sebagai tokoh pendidikan Islam, Ali r.a banyak merintis ilmu-ilmu dan banyak pemikiran-pemikiran yang dimilikinya. Misal : ilmu kalam, ilmu tafsir, tarikat, ilmu nahwu, tata bahasa Arab, ilmu fiqh, meriwayatkan hadis, dan lain-lain.
 2.Daftar Pustaka
 Al Husaini, Al Hamid, Imamul Muhtadin (Sayyidina Ali bin Abi Thalib), Jakarta; Pustaka         Hidayah, 1989
Ashgher Razwi, Sayed Ali, Muhammad Rosulullah SAW (Lengkap Kehidupan dan Perjuangan Nabi Islam Menurut Sejarawan Timur dan Barat), Jakarta; Pustaka Zahra, 1997
Salim bin‘Iedal, Syekh Hilali, Syarah Riyadhusshalihin Jilid V, Jakarta; Pustaka Imam As-Syafi’i, 2005
Nasution Harun, Islam di Tinjau dari Berbagai Aspeknya, Jakarta; Universitas Indonesia, 1985
                                                                                                                                                                                                                                     
                                                                                                                                                                                                                                                                               
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar